Ibu dan Secangkir Teh
Guru privat menjadi profesi pertama ku jalani,
Dari siang sampai malam tiba,
Tak setiap hari sih,
Namun tak jarang menerjang hujan dan pulang ditengah gulita,
Rumah di tengah kampung dengan rimbun pepohonan,
Semilir angin yang merangsek masuk dari sela bilik papan,
Dingin musim hujan kerap membuat ngilu kakiku,
Pukul 20.30 ku lepas jas hujan,
Sudah berdiri tegak Ibu dibalik pintu,
"Adus sek, wes tak godokke banyu,(Mandi dulu, sudah saya rebuskan air)" sapanya,
Hela nafasnya bercampur dengan kelegaan,
"Oh sulungku"
Tak terpikirkan seberapa was was ibu menungguku,
Ku buka lembar demi lembar laporan praktikum,
Menggoreskan tinta pena dengan tangan yang seraya layu,
Lelah memutar gas motor,
Turun dari bukit kampus sampai memutari tengah kota,
Bapak dan adek yang sudah terlelap melungker dalam balutan selimut,
Menyisakan aku dan ibu saling berhadapan,
"Bobok-o Buk(Tidurlah Bu)," pintaku,
"Durung ngantuk, teh-e dimimik sek(Belum ngantuk, tehnya diminum dulu)," dengan senyum khasnya,
Ibuku memang juara dalam menghilangkan lelah suami dan anaknya,
Perhatian dan buah tangannya bak pelukan hangatnya,
Alfatihah untukmu Ibuku dalam ketenanganmu.
0 komentar