Picture by pinterest |
"Kriiikk... kriiikkk... kriiikkk..." suara jangkrik di pojok kamar mandi siang itu.
"Tuiing... tuiiing..." katak gendut meloncat dari pintu belakang masuk ke kamar mandi.
"Mau kemana kamu jangkrik, aku makan kau," kata katak pada jangkrik.
"Dari mana ya katak tahu ada ada jangkrik di kamar mandi?" tanya Bunda pada Kala.
"Katak dengar suara kriik jangkrik Bunda," jawab Kala pada bunda.
"Coba Kala tunjuk kuping katak yang mana?" tebak-tebakan dimulai.
"Emm, mana ya? ini ?" Kala sambil menunjuk-nunjuk dari dari kejauhan.
"Katak mendengar suara krik jangkrik lewat mulutnya, Kala," cakap bunda pada Kala.
Kala mengerlingkan pandangannya. Apa yang dimaksud bunda? pikirnya dalam hati.
"Apa?" tanya Kala kebingungan.
"Iya, katak kupingnya ada didalam badannya, untuk mendengarkan suara lewat mulut baru diteruskan ke kuping dalam badannya," Bunda menjelaskan.
"Nanti bunda gambarin ya," cakap Bunda.
"Oh," kata Kala.
"Ayah, tolong buangin katak ini !" teriak bunda minta tolong Ayah.
Jangjrik dan katak pun menghilang dari kamar mandi.
"Mana kataknya ?" tanya Ayah mencari-cari di kamar mandi.
Bunda memakai sandal slopnya menuju halaman belakang rumah. "Ini apa ya kakiku kok dingin, empuk ?" Bunda bertanya-tanya terasa aneh dengan sandalnya.
"Kuaaak"
Ada suara dari sandal Bunda.
"Haaaaaaa"
Teriak Bunda panik jari kakinya bersatu dengan katak di dalam selop. Ayah dan Kala tertawa geli melihat Bunda menghempaskan sandal yang tengah dipakainya.
"Bunda... bunda" kata Ayah sambil berlari mengejar katak.
"Mana yah? nggak ketemu kataknya?" tanya Kala.
"Capek Ayah, duduk dulu," jawab Ayah pada Kala.
"Lah, dingin di pantat Ayah ini apa ya?" tangan Ayah meraba kursi tempatnya duduk.
"Ha ha ha, Ayah duduk di atas katak Bun," Kala bercerita pada bundanya.
Tak berselang lama, katak meloncat ke kaki Kala. Kala meloncat-loncat geli melepaskan katak yang menempel pada kakinya.
"Ayoooo tangkap kataknya," ajak Ayah dengan penuh semangat.
Mereka bertiga lelarian mengejar katak dan akhirnya dapat di tangkap juga.
"Ayo di buang ke sawah," ajak Ayah pada Kala.
Ayah dan Kala membuang katak gemas itu ke sawah di samping perumahan. Rumah sudah bebas dari katak. Bunda, Ayah dan Kala bisa tenang.
Keesokan harinya.
"Pulang ke rumah Kala ah," kata si katak sambil loncat-loncat keluar dari genangan air di sawah.
Kala dan Bunda pulang dari pasar. Mereka berdua duduk di teras menghilangkan lelah setelah berada di bawah teriknya sinar matahari.
"Kuaak... kuaaak... kuaaak," Bunda dan Kala saling berpandangan.
"Astagfirullah, kataknya kembali lagi." kata bunda.
"Kala, lihatlah katak yang sayang dengan rumah kita."
"Katak yang semangat kembali ke rumah, walaupun lompat-lompat dari dari sawah yang jauh dari rumah."
"Kala cita-citanya apa?" kata Bunda pada Kala.
"Kala mau jadiiii, pilot." penuh semangat Kala menjawabnya.
"Nag, kalau mau jadi pilot harus rajin belajar, gigih tidak mudah menyerah seperti apa?"
"Katak," jawab Kala sambil tersenyum.
Hikmah dari kejadian dalam dongeng di atas adalah.
Dialog interaktif antara Bunda dengan Abhi
"Bhi, ini apa ?" tanya saya sambil menunjukkan gambar katak.
"Katak," saya masih menjawab sendiri, sambil mengajak Abhi menirukan.
"Atak," katanya.
"Kataknya tadi masuk kemana?" tanya saya kemudian.
"Masuk kamar mandi," masih saya yang menjawab.
"Andi," jawab Abhi.
Mohon dimaklumi ya pemirsa kalau Abhi belum lancar bicara. Maka ceritanya saya bikin versi panjang dan
pendek. Lanjut."Kataknya tadi loncat-loncat ya, kejar jangkrik, masuk dalam sandal, di kursi, nempel kakinya Kala."
"Trus kataknya di buang, di buang kemana Bhi?"
"Sawah."
"Awah," tirunya.
"Kataknya kembali lagi ke rumah, padahal jaauuuhhh."
"Katak semangat, tidak mudah menyerah."
"Abhi juga gitu ya, besok besar Abhi mau jadi apa?" tanya saya pada Abhi
Dialog interaktif yang mengulas dongeng sebelumnya dengan menambahkan beberapa pertanyaan untuk memancing "intellectual curiousity" anak.
0 komentar