Orang Ketiga

by - April 02, 2019

Orang Ketiga



Sudah lama saya mengenal sosok suami yg kini menjadi imam di keluarga kecil kami. Sejak SMA sampai akhirnya memutuskan untuk berkomitmen dalam mahligai pernikahan membuat saya dan suami semakin kompak dalam menyatukan kekurangan dan kelebihan yg kami miliki. Latar belakang keluarga kami yg tidak jauh beda menjadikan tidak begitu sulit dalam kami mengambil sebuah keputusan untuk kepentingan bersama.

Saya yg setiap hari berkomunikasi kepada anak, suami dan lingkungan sekitar. Dan pengalaman semenjak saya bekerja mengenal banyak karakter orang membekali saya untuk lebih bisa menempatkan diri dalam berbagai keadaan dengan bermacam-macam tipe karakter orang. Pastinya sebuah pernikahan adalah menyatukan dua keluarga besar dengan karakter yg bisa jadi mirip atau bertolak belakang satu sama lain. Saya dan suami semakin hari semakin bisa memahami karakter satu persatu dari keluarga besar kami. Terlebih orang tua kita masing-masing yg sering kita kunjungi setiap minggunya.

Senja mulai tergantikan dengan datangnya sinar rembulan di malam itu. Abhi yg berada dipangkuan mesra saya yg sedang nenen saat berada di kamar mertua, tetiba suami memanggil untuk keluar kamar. Sayapun mendatanginya, duduklah saya dihadapanya, "ada apa.?" tanyaku, "gimana rencana kita pulang rumah, mobil tidak bisa nyala, aki-nya tidak kuat harus disetrum.?" jawab beliau.

Belum ada keputusan dari kami berdua, datanglah orang ketiga diantara kami yaitu mama mertua, beberapa patah kata yg tidak ada hubungannya dengan tema yg kami bahas dilontarkan oleh beliau. Sekecap suamiku naik nada bicaranya, reflek dari saya melotot kepadanya, dengan maksud dalam hati yg ingin saya sampaikan jangan seperti itu tanggapannya. Langsung suasana tidak kondusif, mereka berdua akhirnya meninggalkan saya dan Abhi.
Setelah beberapa saat, saya mulai mengajak suami bicara membahas yg terpotong tadi. Obrolan kamipun berjalan santai karena suami sudah mereda amarahnya. Beberapa kesepakatanpun tercapai dengan waktu yg tepat, tidak ada yg menyela diskusi kami.

Saya memahami kalau apa yg telah mama mertua sampai bukan hal yg negatif, namun tidak pada waktu dan tema bahasan yg tepat, sehingga emosi suami bisa terpancing walaupun tidak sampai marah yg berlebihan hanya terlihat rasa tidak suka terhadap apa yg di sampaikan mamanya. Disini peran yg saya ambil, diam, memahami dan menengahi antara mereka berdua, serta mengawali diskusi yg sempat terpotong. Saya menjadi sangat berhati-hati dalam memilih kosakata dan melemahkan intonasi bicara untuk menghindari memancing emosi suami. Dan suamipun sebaliknya sangat menjaga kata-katanya.

Nilai-nilai dalam berkomunikasi saatlah penting penerapannya dalam kehidupan sehari-hari untuk menanggulai terjadinya salah paham. Bicara disaat yg tepat, mengendalikan emosi, pilihan kata yg benar, bahasa tubuh yg baik semua itu harus kita latih dan dijadikan adab dalam berkomunikasi. Semakin baik komunikasi kita semakin orang lain lebih mudah untuk memahami dan menghargai kita.

#hari6
#T10hari
#gamelevel1
#bunsayjateng
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional

You May Also Like

0 komentar